KIPRAH DAN TANTANGAN SANTRI DI ERA DIGITAL
Santri
dalam “Hubbul wathan minal iiman”
Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan
pengajaran yang menekankan pelajaran agama islam dan didukung asrama sebagai
tempat tinggal santri yang bersifat permanen. [1]Jika
mendengar kata pesantren, maka hal pertama yang terfikirkan adalah kata santri.
Panggilan bagi seseorang yang berada di suatu pesantren dengan tujuan mencari
ilmu agama islam dalam kurun waktu tertentu dengan kehidupan yang serba
sederhana, serta dipimpin oleh seorang alim, atau yang lebih dikenal dengan sebutan
kyai, inilah pengertian santri. “Santri, berdasarkan peninjauan tindak
langkahnya adalah orang yang berpegang teguh dengan al- qur’an dan mengikuti
sunnah Rasul SAW serta teguh pendirian.ini adalah arti dengan bersandar sejarah
dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan diubah selama – lamanya dan Allahlah
yang maha mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya.” (al Maghfur
Lahu KH. Hasani Nawawie, pengasuh
pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur)[2]
Seperti yang telah lazim kita ketahui, bahwa Indonesia dikenal
sebagai negara berpenduduk islam terbesar di dunia, hal ini terbukti dengan
berdirinya banyak pondok pesantren di setiap penjuru negeri ini, dari daerah
perkotaan hingga daerah terpencil sekalipun, pondok pesantren tersebar di
setiap wilayah di Indonesia dan ini yang
patut kita banggakan sebagai seorang muslim,
Karena sebutan “penduduk islam terbanyak di dunia” bukan hanya sekedar
label semata, tapi benar – benar terealisasikan dengan adanya pesantren –
pesantren tersebut. Bahkan kemerdekaan negeri ini tak lepas dari jasa dan
kiprah para santri, karena pejuang – pejuang kemerdekaan Indonesia adalah
mayoritas muslim, seperti bung Tomo, pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, bahkan ada
salah seorang ulama besar Indonesia yaitu
KH.Hasyim ‘Asyari, beliau bersama ulama – ulama lain diikuti oleh ribuan
santri bersatu membentuk suatu kekuatan
besar yang terkumpul dalam perkumupulan bernama hizbullah, organisasi
ini menunjukkan eksistensi santri dalam kiprahnya melawan penjajah. Semboyan hubbul
wathan minal iman menjadi landasan para santri untuk berani berjihad demi
merdekanya negeri ini, merekalah para pejuang agama Allah yang terdiri dari
para santri yang siap mengorbankan semua yang ia miliki untuk kemerdekaan Indonesia. Dan masih banyak lagi
santri – santri negeri ini yang berjuang untuk tegaknya agama Islam.
Sehingga pada masa itu peran santri memang sangat penting terlebih
untuk kemerdekaan Indonesia, sampai ada ungkapan bahwa negeri ini adalah
warisan para ulama. Tapi memang benar adanya ungkapan tersebut, ulama dan santri
adalah kaum penggagas tegaknya negeri Indonesia. Oleh karena itu, sebagai
generasi penerus bangsa, santri harus mampu meneruskan perjuangan para ulama
terdahulu yang sudah berusaha sampai titik darah penghabisan untuk merdekanya
negeri Indonesia. Tidak harus dengan berperang, karena jihad tidak selalu
diartikan dengan perang, dengan berusaha menjadi santri yang berinteletual juga
merupakan salah satu cara meneruskan
perjuangan para ulama terdahulu.
Tantangan
santri dalam dunia modernisasi
Seiring berjalannya waktu, peran santri dan ulama justru menunjukan
eksistensi yang semakin lemah, hal ini bisa terjadi karena tergerus oleh
modernisasi zaman ini. kehidupan yang serba canggih dan instan,menuntut para
santri untuk mampu mengikuti dan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Namun,
banyak santri terutama yang tinggal di pesantren salafiy, masih sangat
awam dengan kecanggihan teknologi saat ini, padahal untuk bisa menegakkan Islam
mereka harus bisa menguasai teknologi tersebut, jangan sampai kalah bersaing
dengan kaum – kaum modern yang sudah mampu menguasai dunia dengan kecanggihan
teknologi. jika santri tidak mau bergerak menuju perubahan yang lebih baik,
maka agama Islam dan negeri ini akan berada diambang keruntuhan.
Semua tradisi islam yang telah turun temurun diwariskan para santri
dan ulama zaman dahulu sedikit demi sedikit telah terkontaminasi oleh
canggihnya teknologi abad ini, kitab yang menjadi pegangan santri dalam
mengkaji ilmu Islam sudah tergantikan oleh canggihnya aplikasi dari internet
yang menyediakan situs – situs berisi kitab – kitab kuning, sehingga peran
kitab kuning sebagai pegangan santri lama kelamaan mulai musnah, dan itu pun tidak
hanya terjadi pada kitab kuning saja, bahkan Al –Qur’an yang merupakan kitab
suci pegangan setiap muslim, sekarang
ada yang tersedia dalam bentuk aplikasi, dan ini dikhawatirkan mushaf Al –
Qur’an juga akan ikut tergerus teknologi. Lagu – lagu religi dan Qosidah yang
identik dengan agama Islam pun sekarang mulai tergerus oleh adanya lagu anak
muda yang bergenre pop, reggae, RnB dan sebagainya. Untuk mengkaji ilmu agama
islam tidak perlu sulit – sulit dengan belajar di pondok pesanatren atau mendatangi
kyai ke rumahnya, karena di internet sudah tersedia berbagai ilmu agama Islam
yang bisa didapatkan secara mudah. Sampai – sampai ada yang beranggapan bahwa
mesin pencari di Internet terbesar yang biasa disebut Google itu adalah
guru atau kyai santri. Ini kejadian miris yang real terjadi di kehidupan
santri, padahal tidak semua sumber dari internet adalah benar adanya. Harus
bisa selektif mengambil sumber – sumber dari internet, karena semua sumber –
sumber itu secara bebas masuk internet tanpa proses seleksi terlebih dahulu.
Pengaruh kecanggihan teknologi terhadap kehidupan pesantren tidak
hanya berubah secara material namun juga secara substansi, yaitu dalam sistem
pendidikan, sistem pendidikan pesantren terlebih untuk pesantren salafiy masih
dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Sistem pendidikan pesantren ketika
dinilai melalui parameter modernisasi selalu dipandang negatif karena terlalu
mempertahankan tradisi dan kurang tanggap terhadap perkembangan dan perubahan
zaman.[3]
Ini menjadi tantangan bagi pesantren sebagai lembaga pendidikan islam yang sampai
saat ini masih mempertahankan nilai – nilai tradisionalnya di tengah hingar
bingarnya modernisasi. Namun, walau demikian pesantren tetap memiliki nilai
kelebihan dan kekurangan, yang nilai kelebihannya ini mampu memberikan pengaruh
bagi masyarakat untuk mau menyekolahkan anak – anak mereka di pesantren. Dengan
mengenyam pendidkan di pesantren para santri akan lebih mudah berkomunkasi
dengan pengajar secara intensif, karena mereka hidup dalam satu lingkup. Dengan
hidup di pesantren akan lebih mudah mengkontrol kegiatan santri. Selain itu,
ibadah santri yang merupakan kewajibannya sebagai seorang muslim akan lebih
terpantau karena di pesantren pun ada
peraturan yang harus ditaati oleh setiap santri, meskipun pada akhirnya semua
tergantung pada individu masing – masing.
Sekarang ini kecenderungan masyarakat telah berubah padahal output
pesantren tidak banyak berubah, karena pokok permasalahannya bukan terletak
pada potensi santri lulusan pesantren yang tidak pandai, melainkan pergeseran
ukuran.[4] Banyak
tantangan yang harus dihadapi santri saat ini, yaitu kemajuan berupa
pembaharuan, pembangunan, globalisasi dan kemajuan – kemajuan lain abad ini. Dengan
adanya tantangan ini, pesantren sebagai lembaga pencetak santri, tidak bisa
bersikap isolatif terhadap setiap perkembangan yang muncul, agar eksistensi
pesantren tidak pudar karena kurangnya
kecenderungan masyarakat terhadap output pesantren yang belum bisa
memaksimalkan kecanggihan teknologi. Dengan demikian, pesantren perlu melakukan
pembaharuan yang bisa mengimbangi kemajuan zaman, tetapi materi pembaharuannya
harus terlebih dahulu diseleksi secara ketat berdasarkan parameter ajaran –
ajaran islam.[5]
Pembaharuan ini juga harus dilakukan dengan kreatif dan inovatif sehingga nilai
– nilai tradisional yang menjadi ciri khas pondok pesantren, khusunya pondok salafiyah
tidak akan hilang.
Kiprah santri untuk perubahan dunia
Sebagai santri, perkembangan teknologi yang semakin digital ini
harus dikuasainya dengan baik, karena ini juga akan menyangkut eksistensi
pesantren dalam mencetak kader – kader penerus bangsa yang cerdas dan terampil.
Perkembangan teknologi ini menjadi tantangan tersendiri bagi santri, bahwa
mengikuti dan menguasai kecanggihan teknologi adalah suatu keharusan. jika
ingin menjadikan Islam dan Indonesia dua sisi yang bisa berjalan beriringan.
Mereka harus mampu menunjukkan bahwa lulusan pondok pesantren juga mampu
menjadi agent of change untuk Indonesia, agama Islam bahkan dunia. Dalam
mempersiapkan masyarakat madani yang beruhkan keislaman, tantangan yang
dihadapi justru semakin besar. Oleh karena itu, pesantren diharapkan mampu
menyiapkan kualitas masyarakat islam yang bisa menyeimbangkan kualitas agama
dan kemodernisasian.
Peran santri yang mulai pudar
di era modern ini, harus dikembalikan lagi seperti peran santri saat
zaman kemerdekaan dulu. Dimana santri sangat berpengaruh bagi kehidupan
masyarakat Indonesia. Menjadi santri merupakan suatu kebanggaan sekaligus
tantangan tersendiri, kebanggaan menjadi santri karena mereka mendapatkan dua
manfaat sekaligus yang tidak dimiliki oleh pelajar lain, mereka mendapatkan
ilmu pengetahuan umum yang menjadi modal mereka menggenggam dunia, namun ilmu
umum saja tidak cukup untuk menggenggam dunia, karena ilmu tanpa dibarengi
agama bagaikan mengisi air di wadah yang berlubang, bentuk kesia – siaan dan
pastinya bukan menajadi ciri seorang santri. Dengan agama pula diri akan
terjaga dari segala hal yang hanya berorientasi pada kehidupan dunia.Oleh
karena itu, selain belajar ilmu pengetahuan umum, seorang santri juga belajar
tentang agama, mulai dari fiqih, aqidah, sejarah islam, gramatikal bahasa
arab, balaghah dan sebagainya. Ini yang menjadi nilai tambah seorang
santri. Sedangkan menjadi santri merupakan bentuk tantangan, karena santri
dituntut mampu menguasai perkembangan zaman yang semakin canggih ini. Santri
dituntut bukan hanya sekedar paham ilmu agama namun juga ilmu teknologi seperti
saat ini. Tak bisa dipungkiri bahwa agama dan teknologi harus bisa berjalan
beriringan, secara otomatis ini menjadi tugas para santri dalam misi
menyebarluaskan agama Islam di tengah gemerlapnya zaman ini.