Jumat, 16 September 2016

mahasantri dan modernisasi



MAHASANTRI KORBAN PERBUDAKAN TEKNOLOGI
Tantangan mahasantri
Bicara tentang digital, memang tidak akan akan ada habisnya, digital adalah sesuatu yang asyik untuk diperbincangkan, bagaimana tidak ? sadar atau tidak, kita telah diperbudak oleh digital, hampir seluruh kehidupan kita, pasti selalu berhubungan dengan digital.
Sebagai mahasantri saya juga mendapatkan banyak manfaat dari maraknya teknologi di era modern ini, saya sangat terbantu dalam mengerjakan tugas – tugas saya, terbantu dalam mengupdate informasi terbaru bahkan terbantu ketika akan bepergian ke suatu tempat. Ini semua tak lepas dari adanya digital saat ini. Disamping sisi positif yang saya dapatkan, ternyata banyak juga sisi negatif yang saya dapatkan, dan saya rasa dampak negatif itu juga yang dirasakan kita semua sebagai pengguna kecanggighan digital. Apalagi seorang mahasantri, yang telah mendapatakan keilmuwan lebih, yang berupa ilmu umum di perkuliahan juga ilmu agama yang telah diajarkan di pesantren, seharusnya mahasantri memiliki tingkat pemikiran yang lebih kritis terhadap perkembangan zaman ini dibandingkan dengan mahasiswa lain yang notabene hanya mengikuti pembelajaran di kuliah secara umum.tapi bagaimana yang terjadi dengan para mahasantri ? saya sebagai mahasantri juga ikut perihatin dengan kenyataan yang terjadi era digital ini, namun inilah yang menjadi tantangan bagi saya dan para pengguna digital lain. Bagaimana kita bisa menjadi mahasiswa berhati pesantren namun berwawasan digital. Ini pula yang sedang saya perjuangkan, berusaha membentengi diri saya dan mampu memfilter apa pun dari dampak digital ini, melihat begitu besar dampak digital yang benar – benar telah merubah pola hidup dan pemikiran saya, dan saya rasa ini pula yang harus dilakukan para mahasiswa lain.
Berbicara pula tentang mahasantri dan tantangannya, maka tak akan lepas dari pembahasan kampus UIN Sunan Ampel surabaya yang telah mengalami konversi dari IAIN menjadi UIN, ini tentunya akan memberikan tantangan yang lebih besar  bagi UIN di tengah – tengah cepatnya arus perubahan zaman dan peradaban yang sedemikian rupa ini, dibutuhkan kerja yang sangat berat dan berkesinambungan, hal ini karena tuntutan zaman selalu berubah sejalan dengan perubahan peradaban manusia . setelah menjadi universitas islam negeri maka integrasi ilmu agama dan ilmu umum menjadi hal yang penting dilakukan, dan disinilah partisipasi mahasantri diperlukan, mahasantri diharapkan mampu memberikan  sumbangsih lebih bagi universitas terlebih universitas islam.
Korban perbudakan digital
Saya telah merasakan sendiri, bagaimana digital itu mampu menguasai dan memperbudak saya, betapa saya sangat bergantung dengan teknologi digital ini. Bahkan moment – moment penting dalam hidup saya, terabaikan hanya karena sudah terhipnotis dengan keindahan dan kecanggihan benda ini.
Digitallah yang telah  menguasai semua aspek kehidupan kita, ya, semuanya, mulai dari pendidikan, perdagangan, transportasi bahkan hingga keagamaan. Ini yang harus kita waspadai, sebagai mahasantri harusnya kita mampu menjunjung tinggi nilai – nilai keislaman kita, jangan sampai kita terlena dengan segala tipuan kehidupan digital. Sekarang banyak masyarakat yang telah terpengaruh dengan sosmed yang merupakan salah satu dari bentuk teknologi di era digital ini, kementerian komunikasi dan informatika mengungkapkan sekitar 63 juta masyarakat indonesia menggunakan internet, dan sebanyak 95 % penggunannya untuk sosial media yakni facebook dan twitter  bahkan Indonesia menempati posisi keempat pengguna facebook terbanyak setelah USA, Brazil, dan India. Sedangkan twitter peringkat kelima setelah USA, Brazil, Jepang dan Inggris (http:/m.republika.co.id/berita/trendtek/internet/13/10/30). Itu merupakan gambaran tentang bagaimana minat masyarakat Indonesia terhadap hasil dari kecanggihan teknologi kini. Apalagi seiring berjalannya waktu teknologi semakin menunjukan eksitensinya dengan memberikan pembaruan dengan banyak perubahan – perubahan canggihnya. Salah satunya adanya sistem android, yang sudah menyebarluas pada  setiap smartphone maupun gadget. Dan alat komunikaasi ini sudah tak asing lagi ditelinga kita. Tak memandang usia, dari anak SD sampai para ibu rumah tangga, hingga nenek – nenek sudah mengenal alat komunikasi ini, apalagi dengan berbagai kecanggihan – kecanggihan yang ditawarkan sehingga kita bisa mempermudah dalam melakukan komunikasi.
Saat saya pulang ke rumah, maka saat itulah saya benar – benar memanfaatakn waktu bersama keluarga sebaik – baik mungkin, saya usahakan agar bisa menghabiskan sepanajnag hari bersama orang – orang tersayang di rumah. Namun,apa yang terjadi ? semua yang saya rencanakan tidak bisa terlaksana.saya malah sibuk dengan smartphone yang saya pegang, sibuk menjelajah dunia digital yang penuh dengan kecanggihan, saat bapak saya memberi nasihat pada saya, benar saya menunduk  dan mendengarkan, tapi apa yang saya lakukan, lagi – lagi masih berkutat dengan smartphone. Saat membantu ibu di dapur, apa yang saya pegang selain pisau dan sendok ?ya, lagi – lagi smartphone, saat saya bertemu dengan teman – teman lama saya, benar kami duduk bersama dalam satu tempat, hanya bebrapa menit kami bercerita dan tertawa ria, namun pada menit berikutnya hingga jam beikutnya, saya dan teman – teman saya terdiam, apa yang kami lakukan ? yaa,, sibuk dengan smartphone masing – masing. Lihat ! betapa mudahnya teknologi mampu memperbudak pemakainya, sehingga telah menyita moment – moment penting dalam hidup kita, apalagi moment bersam keluarga, lihat ! betapa hampir seluruh dari hidup kita, habis untuk menyusuri kehidupan digital ini. Saya sadar akan hal tersebut, tapi sayangnya terasa sulit untuk tidak berkutat dengan itu semua.
Hal yang sama juga terjadi saat saya berada di kampus, tak memandang waktu, tempat bahkan kondisi, setiap mahasiswa termasuk diri saya sendiri pasti sibuk sendiri dengan smarthphone masing – masing, hingga saat berada di kelas dan guru sedang menjelaskan, dengan santainya para mahasiswa bermain dengan alat komunikasi era digital ini.
Sebagai mahasantri, saya juga mengalami hal yang sama saat berada di asrama, dimana seluruh kegiatan di asrama tak lepas dari campur tangan teknologi digital yang semakin marak ini. Yang menjadi perhatian lebih adalah ketika beribadah pun masih saja berhubungan dengan alat digital ini, padahal saat beribadah adalah saat – saat kita berada dekat dengan allah, kita mengadu dan memohon kepada-NYA, tapi  kita malah seakan tidak memiliki sopan santun dan rasa tawadhu’ kepada Allah SWT. Bukan hanya dalam sholat, bahkan dalam ibadah lain pun juga demikian, mengaji, berdzikir atau bersholawat pasti selalu berhubungan dengan teknologi digital, dan ini mengganggu kekhusyuan seseorang untuk bisa mendekatkan diri pada rab-Nya.
Kenyataan yang terjadi ini menjadi cambuk bagi kita, khususnya para mahasantri, bagaimana mahasantri dapat memberikan contoh yang baik bagi mahasiswa lain, ditengah maraknya kecanggihan teknologi di era serba  digital ini. Seperti yang terdapat pada lirik lagu hymne UIN Sunan Ampel“integrasi keilmuwan mengembangakan keislaman” itu yang dijadikan motto mahasiswa uinsa terlebih para mahasantri di UIN Sunan Ampel yang seharusnya mampu menyeimbangkan antara keilmuwan agama dan umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar